Hal 49
1. Karena kewenangan daerah sudah memiliki tugas sendiri yaitu mengurusi keperluan daerahnya
Jika kita tinjau lebih jauh penerapan kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi sekarang ini, cukup memberikan dampak positif nagi perkembangan bangsa indonesia. Dengan adanya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur daerahnya, karena dinilai pemerintahan daerah lebih mengetahui kondisi daerahnya masing-masing. Disamping itu dengan diterapkannya sistem desentralisasi diharapkan biaya birokrasi yang lebih efisien. Hal ini merupakan beberapa pertimbangan mengapa otonomi daerah harus dilakukan.
Karena jika daerah di bri wewenang seperti yg di atas bs terjadi antar daerah akan mendirikan neg sendiri bahkan ak merambah pd penambaham kekuasaan dampak positifnya daerah akan berlomba2 menimgkatkan kekuatan sisi negatifnya pemerintaham pusat akan terancam bubar
Hal 51
1. Karena Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
2. Karena dengan adanya otonomi daerah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.
Hal 52
1. Dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah pada dsarnya dikenal “asas sentralisasi, asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, asas perbantuan, dan otonomi daerah.
A. Asas Sentralisasi
Asas sentralisasi mengandung suatu pengertian bahwa penyelengaraan pemerintah sepenuhnya diatur oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan oleh pemerintah pusat tanpa diberi kesempatan untuk mengembangkan diri. Urusan rumah tangga daerah sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah pusat.
Negara republic Indonesia tidak menganut asas sentralisasi, sebagaimana diatur dalam pasal 18 UUD 1945. Di dalam penjelasannya, menghendaki pembagian daerah Indonesia dalam bentuk daerah otonom dan administrative.
B. Asas Desentralisasi
Asas desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau dari pemerintah daerah tingkat atasnya kepada daerah tingkat dibawahnya. Misalnya dari pemerintah pusat kepada propinsi atau dari propinsi kepada kabupaten.
Urusan-urusan pemerintah yang telah diserahkan asas desentralisasi, sepenuhnya jadi wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah daerah. Penyerahan urusan pemerintah itu dilahirkan daerah otonom, sesuai dengan pasal 18 UUD 1945, yang kemudian dijabarkan dalam UU No. 5 tahun 1974 yang telah diperbaharui dengan UU No. 22 Tahun 1999 di dalamnya dinyatakan bahwa Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah
C. Asas Dekonsentrasisasi
Menurut undang-undang No. 5 tahun 1974, asas dekosentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah, misalnya dari menteri kepada gubernur atau dari gubernur kepada bupati/walikotamadya, atau dari direktur jendral kepada kepala kantor wilayah departemen.
D. Asas Perbantuan (Asas Medebewind)
Asas perbantuan mengandung pengertian bahwa adanya pemberian tugas dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, atau dari pemerintah daerah tingkat atasnya kepada tingakt bawahnya. Pemberian tugas itu harus dipertanggungjawabkan kepada yang menegaskannya.
Adanya asas pembantuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa, pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berdasarkan kemampuan perangkat pemerintah pusat di daerah-daerah.
E. Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan perwuudan dari asas desentralisasi dengan diterapkannya asas desentralisasi, berarti daerah mempunyai hak untuk mengatur and mengurus rumah tangganya sendiri. Hak inilah sebenarnya disebut otonomi daerah. Jadi, dengan diberikannya hak otonomi ini, daerah mempunyai kebebasan untuk menentukan cara mengurus dan menyelenggarkan kepentingan rumah tangga sendiri.
Sebagai dasar hukum diberikannya hak otonomi daerah adalah pasal 18 ayat 12 perubahan kedua UUD 1945. Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 pemerintah atas persetujuan PDR mengeluarkan undang-undang tentang pokok-pokok pemerintah di daerah No. 5 tahun 1974 yang telah diganti dengan undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah di dalam undang-undang ini, disebutkan bahwa pelaksanaan otonomi didasarkan kepada prinsip nyata, luas dan bertanggung jawab.
2. Fungsi DPRD:
• Legislasi
• Anggaran
• Pengawasan
Tugas dan Wewenang:
• Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan bupati ntuk mendapatkan persetujuan bersama.
• Menetapkan APBD bersama-sama Bupati.
• Melaksanakan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya. Keputusan Bupati, APBD, Kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan progam pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah.
• Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati atau Wakil Bupati keada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
• Membangun pendapat dan pertimbangan Kepada Pemerintah Kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah.
• Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban Bupati dalam melaksanakan tugas desentralisasi.
• Tugas-tugas lain yang diberikan Undang-undang
Hal 57
1. Jenis-Jenis Pajak Daerah
Sesuai dengan posting sebelumnya dan berkaitan dengan rencana dikeluarkannya peraturan daerah tentang pajak daerah, berikut adalah komponen yang termasuk dalam rencana pajak daerah di tahun 2010.
Official Assestment
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama (terkena upah pungut)
2. Pajak Air Bawah tanah dan Air Permukaan
3. Pajak Reklame
Self Assestment
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Parkir
With Holding
1. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (terkena upah pungut)
2. Pajak Penerangan Jalan (terkena upah pungut)
Pajak Baru:
1. Pajak Bumi dan Bangunan dan BPHTB
2. Pajak Sarang Burung Walet
3. Cukai Rokok
Retribusi Daeraha.
2. Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi daerahadalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberianizin tertentu yang khusus yang disediakan dan atau diberikan olehpemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan retribusi daerahmenurut Mardiasmo, antara lain:
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan ataudiberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadiatau badan
Contohnya
Retribusi pelayanan kesehatanb)
Retribusi pelayanan persampahan/kebersihanc)
Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akte cacatan sipild)
Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayate)
Retribusi parkir ditepi jalan umumf)
Retribusi pasarg)
Retribusi pengujian kendaraan bermotor
Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakarani)
Retribusi biaya cetak peta j)
Retribusi pengujian kapal perikanan
3. Dasar Penghitungan Pajak
( Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP No.25 Tahun 2002).
Yang menjadi dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (assessment value) atau NJKP, yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus persen).
Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Contoh :
Nilai jual suatu objek pajak sebesar Rp 1.000.000,00 persentase Nilai Jual Objek Pajak misalnya 20% maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak : 20% x Rp 1.000.000,00 = Rp200.000,00
Dasar Penghitungan Pajak
( Pasal 7 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994).
Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus dibawah ini:
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOTKP)
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP)
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
= 20% X NJOPKP (untuk NJOP < 1 Miliar); atau
= 40% X NJOPKP (untuk NJOP 1 Miliar atau lebih)
Besarnya PBB terutang = 0,5 % X NJKP
Hal 59
1. CIRI-CIRI KEBIJAKAN PUBLIK
a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada prilaku atau tindakan serba acak dan kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan,
b. Kebijakan publik hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan pejabat pemerintah bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. Misalnya : kebijakan tidak hanya mencangkup keputusan untuk membuat Undang-Undang dalam bidang tertentu, akan tetapi diikuti pula keputusan-keputusan yang berkaitan dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuannya,
c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, dalam arti setiap kebijakan pemerintah itu diikuti dengan tindakan-tindakan konkrit,
d. Kebijakan publik berbentuk positif maupun negatif, dalam bentuk positf kebijakan mencangkup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara itu bentuk yang negatif, kebijakan meliputi keputusan para pejabat-pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah dimana campur tangan pemerintah justru diperlukan. (Wahab, 1990:6)
Hal 60
1.
a. Penetapan prioritas pembangunan.
Sesuai karakteristik potensi unggulan desa yang tergambar dalam profil desa dan kelurahan dapat menjadi dasar penetapan prioritas pembangunan di desa, seperti desa home industri, desa nelayan, desa persawahan, desa wisata, desa perkebunan, desa hutan dan sebagainya.
b. Penentuan kawasan pengembangan desa.
Salah satu hasil pendataan profil desa dan kelurahan adalah diketahuinya tipologi desa yang diperoleh dari hasil pengolahan data primer tentang potensi sumber daya alam. Sesuai dengan tipologi desa itulah dapat ditentukan kawasan pengembangan potensi desa ke depan. Desa yang mempunyai tipologi yang sama dapat terapkan pembangunan yang berbasis kawasan.
c. Pengembangan instrumen perencanaan pembangunan.
Adanya tipologi desa juga akan membantu unit kerja lain di luar Pemerintah Desa untuk merumuskan instrumen perencanaan program pembangunan yang diarahkan kepada masyarakat menjadi lebih tepat sasaran dan komprehensif. Setiap unit kerja pemerintah sebagai user atau pengguna data profil desa dan kelurahan bebas untuk memanfaatkan data profil dalam mengembangkan program kerja masing-masing.
d. Pengembangan model pembangunan berdasarkan pendekatan partisipatif.
Data profil desa dan kelurahan yang disusun oleh masyarakat dan pemerintahan desa selain memuat segala potensi yang dimiliki masyarakat dan desa, juga memuat permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Dengan menggunakan data profil desa dan kelurahan, berarti masyarakat telah sejak awal dikutsertakan dalam proses perencanaan pembangunan, khususnya dalam menjaring aspirasi. Lebih dari itu, menjadikan data yang bersumber dari masyarakat juga akan menghargai apa yang disampaikan secara tertulis oleh masyarakat. Hal ini tentunya akan mendorong masyarakat untuk semakin berinisiatif dan berkreasi guna mewujudkan desa sesuai yang diinginkan.
e. Pengembangan model kerjasama aparat dan masyarakat dalam pembangunan desa.
Dengan tersusunnya data profil desa dan kelurahan dengan sendirinya aparat pemerintah akan mengetahui kondisi riil dari masyarakat. Kondisi riil tersebut akan menjadi acuan bagi pemerintah dalam bertindak dan mencari solusi atas permasalahan yang ada. Dengan demikian adanya data ini diharapkan terjalin kerjasama yang baik antara aparat dan masyarakat terutama dalam merencanakan pembangunan desa.
2. Cara yang dilakukan oleh ketua RT/RW/Kepala Desa/ Kepala Kelurahan dalam merumuskan kebijakan publik:
Sebagai Badan yang menghasilkan, menyimpan dan menglola informasi publik di tingkat desa Badam publik di desa dalam hal ini adalah Pemerintah Desa, BPD, Lembaga Kemasyaratan Desa dan Lembaga Ekonomi mempunyai kewajiban sebagai mana diatur Dalam UU No 14 Tahun 2008 Pasal 7 yang menyebutkan :
1. Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan
2. Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan
3. Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah
Ini menjadi tantangan berat bagi badan publik di tingkat desa karena sampai saat ini badan publik di tingkat desa masih berjuang keras membenahi administrasi dan kearsipam.
Ruang linkup kebijakan publik desa yang harus diinformasikan kepada masyarakat antara lain :
1. Pelayanan Umum Desa
2. Perencanaan Desa
3. Penganggaran desa
. Peraturan Desa
5. Peraturan Kepala Desa.
Sedangkan subtansi informasi publik yang disampaikan harus mencakup hal berikut ini :
1. Proses Penyusunan Kebijakan Publik
2. Dokumen Kebijakan Publik
3.Pelaksanaan Kebijakan Publik
4. Evaluasi Kebijakan Publik
3. Keterlibatan Atau Peran Masyarakat dalam Perumusan Dan Pelaksanaan Kebijakan Publik :
1. Meningkatkan proses pertukaran informasi antara masyarakat, Pemerintah Kota, dan DPRD.
2. Meningkatkan pertagungjawaban masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
3. Menyediakan wahana pendidikan politik bagi masyarakat.
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pengambilan kebijakan daerah.
Selain mempermudah sosialisasi pemberdayaan masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik sehingga masyarakat dapat belajar mengenai politik bagi masyarakat dengan memanfaatkan aspirasi-aspirasi untuk perumusan suatu peraturan perundang-undangan.
Hal 63
atau
0 komentar:
Post a Comment