Artikel ini memuat kisah-kisah inspiratif dan mengandung banyak pelajaran yang kami dapatkan. Karena berserakan di sana-sini, kami berinisiatif untuk mengumpulkannya . Semoga bermanfaat.
cerita yang kami ambil diantaranya tentang kisah rumah tangga hingga tentang cinta anak muda.
SALAH SATUNYA CERITA DI BAWAH INI
DIJAMIN PASTI NAGISSS!!!
AKU TERPAKSA MENIKAHINYA
Ku membencinya,
itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami.
Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya.
Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri. Istri
Amaratus Shalihah Istri Amaratus Shalihah Walaupun menikah terpaksa, aku tak
pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku
melayaninya sebagaimana tugas istri.
Aku terpaksa
melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul
keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan
siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka,
suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka. Ketika
menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka
hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar
menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena
aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku
telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan
menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami,
akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja
masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang
diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa
mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia
memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah
kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia
memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia
menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku
memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau
mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya
ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum
pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru
menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku
mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku
memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh
ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya
bersama kedua anak kami. Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang
tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir.
Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang
menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan
kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan
anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun
sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah,
karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke
kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari
itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku
berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum
bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu,
seakan-akan berat untuk pergi. Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke
salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku
beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang
yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan
kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya
aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku
hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha
mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku
menelepon suamiku dan bertanya. “Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang
jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa
menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja
kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut. Dengan marah, aku mengomelinya
dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama
kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun
mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??” “Sayang, aku
pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang
ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku
menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup
telepon.
Aku berbicara
dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si
empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan
mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu
karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi
untuk berhutang dulu.
Hujan turun
ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit
berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi
handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon.
Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku
mulai merasa tidak enak dan marah. Teleponku diangkat setelah beberapa kali
mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing
menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing
itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak
armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang
polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia
sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya
menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung.
Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon
mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih
kertas.
Entah bagaimana
akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh
keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu
suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena
selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah
menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang
dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan
karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan
kematiannya.
Selesai
mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan
orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua
mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul
memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku
menangis. Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku
termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap
wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan
seksama.
Saat itulah
dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh
tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan
kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu
dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku
terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku
padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang
suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin
deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur
prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha
menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya
terakhir kali kami berbicara. Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan
kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu
mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus
kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah
absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku
sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah
bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir
seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi
kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan
mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak
untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika
pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut
malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau
menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau
jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman,
aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang
bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di
tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku.
Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu
mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya. Hari-hari yang kujalani setelah
kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah
terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya.
Di hari-hari
awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan
ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku
membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa
handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah
ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia
yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan
sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap
malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun
dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu
kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering
terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering
berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa
kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan
meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer,
mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang
bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote
televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku
berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote.
Semua kebodohan
itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah
terkena panah cintanya. Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena
semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena
baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah
karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi
yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun
kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta
maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta
ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu
sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta
Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga
untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak
pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari
setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan.
Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung
merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan
suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang
kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai
untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa.
Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi
bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya
ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun
menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang
lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya
sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku
takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan
cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak
pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang
notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah
surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku
dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak
mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf
karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus
membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak
bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu
singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah
kulakukan untukmu. Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya.
Tetapi aku
tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah
menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin
sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku
berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak.
Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang. Jangan menangis, sayangku yang
manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama
ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat
kau lakukan selama ini.
Maafkan
kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik
dariku.
Teruntuk
Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah
istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan
Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian
berada, ayah akan disana melihatnya.
Oke, Buddy!
Aku terisak membaca
surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas
suamiku kalau ia mengirimkan note. Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku
memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah
kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan
tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh
orang-orang kepercayaannya.
Aku hanya bisa
menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika
ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta. Aku tak pernah
berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus
sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya
kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu
meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam
kesedihanku saat suamiku pergi. Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga
tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri
kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya
Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?” Aku merangkulnya sambil
berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu,
cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta,
kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya,
akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas
nama cinta.” Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta
itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?” Aku menggeleng,
“bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti
ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu
besar pada ibu dan kalian berdua.” Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat
menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk
membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk
mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas
dari cintanya yang begitu tulus.
Di sudut kamar ini aku terseduh meratapi nasip
yang kini kujalani, sendiri menanggung hidup tiada tempat mengadu, bantal ini
jadi saksi bisu, air mata ini selalu jatuh membasahinya. Suamiku… aku teringat
kembali bagaimana aku memperlakukanmu begitu buruk, tepatnya 2 tahun yang lalu.
Sa’at itu aku sering meninggikan suaraku dihadapanmu, putih kau minta
hitam yang kulakukan, sering aku lalai akan kewajiban, tak jarang aku memerintahmu,
padahal aku tau semua itu tak pantas kulakukan karena engkau Pemimpin dalam
rumah tangga kita, engkau imamku, mengapa aku tak berpikir pada waktu itu,
betapa banyak wanita yang tersiksa karena perilaku suaminya, sementara aku
mendapatkan lelaki yang begitu baik tapi malah aku sia-siakan, namun engkau
selalu tersenyum dan mengikuti semua mauku, hal ini terus berlangsung sampai
suatu ketika engkau jatuh sakit dan pada akhirnya berpulang keharibaan-Nya.Tersentak bathinku bagai petir yang menyambar di siang hari, seperti anak ayam kehilangan induknya, aku hancur, terpuruk, tak biasa ku hidup dalam kesusahan ini, diri ini terlanjur manja olehmu. Seribu rasa sesal semakin memperdalam kepedihan. Sungguh setelah kepergianmu aku merasa sangat berdosa. Andai waktu bisa di putar kembali, akh…percuma ku bermimpi, yang ada hanya penyesalan demi penyesalan yang tak bertepi.
Sekarang aku sadar betapa tertekannya engkau waktu itu walau tak pernah terucap keluhan, meski tersembunyi air matamu tapi aku yakin engkau terluka olehku hingga jatuh sakit, semua itu kau tutup rapi di ruang hatimu demi aku yang engkau sayangi.
Kini kumerasakan siksa-Nya karena telah lalai mensyukuri karunia Tuhan, sungguh teramat pedih kurasakan, hanya harapan yang bisa kumohonkan semoga Allah mengampuniku dan menempatkanmu di sisi-Nya yang tinggi lagi mulia.
Semoga kisah ini menjadi renungan bagi kita baik laki-laki ataupun perempuan, perlakukanlah pasanganmu sebagai mana mestinya agar tak timbul penyesalan di kemudian hari, karena sesal kemudian takkan ada artinya, semoga Tuhan YME selalu menuntun kita kejalan yang di ridhai-Nya… Amiin.
Bagi teman-teman yang berminat download, silahkan klik ;
Cara Download :
1. Klik Link/ Tulisan yang bergaris bawah
2. Anda akan menemukan halaman baru adf.ly
3. Klik pojok kanan atas SKIP AD.
4. Kini anda bisa Download Gratis
download Kisah-kisah Inspiratif
Download ku_terpaksa_menikahinya
Download Adalah_seorang_pemuda_Islam
Download Aku_Mencintaimu_Suamiku
Download Aku_Pertahankan_Jilbabku
Download Cinta_sejati_Ali_bin_Abi_Thali
Download Cinta_Sejati_Seekor_Kadal
Download Cinta_sejati_Seorang
Download gendong_aq_sampe_ajalku
Download Inilah sebabnya saya memutuskan tidak jadi wanita karir
Download Istri_yang_Menyejukkan_Hati
Download Kematian_Itu_Terjadwal
Download Kematian_Itu_Terjadwal_II
Download Kisah_Cinta_Sejati_Phang_dan_Y
Download Kisah_Inspirasi_Seorang_Suami
Download Kisah_Inspiratif_pengusaha
Download KISAH_NYATA_YANG_PERNAH_TERJADI
Download Kisah_Pemuda_Bebas_Sang_Penikm
Download Kisah_Wanita_Muslimah_dan_Tukang besi
Download Perpisahan_Yang_Ditolak_Allah
Download SUAMI_YG_SABAR
Download surat_untuk_ukhti










0 komentar:
Post a Comment